BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teks
Al-Qur’an dan Terjemahannya
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ
ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya:“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah,
bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah,
yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.
(an-Nisa’: 9)
B. Makna
Kosakata
Dan hendaklah takut فَلْسَخْشَ Bila mereka meninggalkan لَوْتَرَكُوْ Anak-anaknya (yang
dibelakangnya) خَلْفِهِمْ Dalam keadaan ذُرِّيَّةً Lemah ضِعْفًا Mereka khawatirkan
(takutkan) اخَافُوْ Hendaklah mereka bertakwa فَلْيَتَّقُوْ Dan mengucapkan وَلْيَقُوْلُوْا Perkataan قَوْلاَ Yang benar سَدِيْدًا
C. Tafsir Ayat
Abu
Ja’far berkata: Pendapat yang representatif sebagai tafsir ayat tersebut adalah
pendapat yang mengatakan bahwa makna firman Allah tersebut adalah,”Hendaklah
takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya meraka meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (anak-anak itu)
akan terlantar bila mereka membagikan harta mereka semasa hidup, atau
membagikannya sebagai wasiat dari mereka kepada keluarga mereka, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, mereka menyimpan harta mereka
untuk anak-anak mereka, karena mereka takut anak-anak mereka akan terlantar
sepeninggal mereka, di samping (karena kondisi) anak-anak mereka itu (memang)
lemah dan tidak mampu memenuhi tuntutan. Itulah sebabnya mereka harus
memerintahkan orang yang mereka hadiri (maksudnya orang yang akan memberikan
wasiat) saat memberikan wasiat untuk kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan yang lainnya agar berlaku adil terhadap hartanya, takut kepada
Allah, serta mengatakan perkataan yang benar, yaitu memberitahukan kepada orang
yang akan memberikan wasiat tentang apa-apa yang telah Allah bolehkan bagi
dirinya, yaitu boleh memberikan wasiat, dan apa-apa yang telah Allah pilihkan
untuknya yakni (harus memberikan wasiat tersebut kepada) orang-orang yang
beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya.
Pendapat
tersebut paling representatif sebagai tafsir ayat tersebut daripada beberapa
pendapat lainnya, karena alasan yang telah dikemukakan tadi, yaitu bahwa makna
firman Allah, مَعْرُوفًا قَوْلًا لَهُمْ وَقُولُوا مِنْهُ قُوهُمْ فَارْزُ وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى
أُولُو الْقِسْمَةَ حَضَرَوَإِذَا ”Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak
yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”
adalah, “Apabila kerabat, anak yatim, dan orang miskin, hadir sewaktu pembagian
(harta), maka berilah mereka bagian dari harta itu.”Makna ini sesuai dengan
dalil-dalil yang telah kami kemukakan.
Apabila
makna tersebut merupakan
makna bagi firman Allah, حَضَرَ وَإِذَا
وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak
yatim dan orang miskin...” maka seharusnya
firman Allah Ta’ala, ...وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ
تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ “Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan sebuah pembelajaran dari Allah
kepada hamba-hamba-Nya dalam persoalan wasiat, yakni agar disesuaikan dengan
ketentuan yang telah Allah izinkan bagi mereka dalam masalah itu, sebab firman
Allah,. وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ “Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang
berbicara tentang hukum wasiat. Dalam hal ini pendapat atau penafsiran yang
telah kami kemukakan merupakan makna yang paling kuat untuk firman Allah
tersebut. Dengan demikian, menyamakan hukum yang terkandung dalam firman Allah
tersebut (maksudnya walyakhsya...)
dengan hukum yang terkandung dalam ayat sebelumnya adalah lebih baik karena
makna keduanya hampir sam daripada menyamakan hukum dalam firman Allah tersebut
kepada hukum yang terkandung dalam firman Allah yang lain, yang tidak ada
kesamaan dalam hal makna.
Pengertian yang telah dikemukakan sebagai
penafsiran firman Allah, “Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar,” juga dikemukakan oleh orang-orang yang pendapatnya telah disebutkan
pada awal penafsiran ayat ini.
Sebagaimana disebutkan dalam
literatur-literatur Islam, memakan harta anak-anak yatim memiliki efek di dunia
dan akhirat. Di dunia, ayat ini mengisyarakatkan bahwa kerusakan yang
disebabkannya sampai kepada anak keturunan; dan di akhirat, akan ada api neraka
( yang disebutkan dalam ayat berikutnya).[1]
Makna
dari ayat ini mungkin merujuk kepada wasiat-wasiat atau pewarisan yang tidak
wajar, bahwa mereka mewarisi atau menghabiskan semua harta yang mereka miliki
tanpa memikirkan anak-anak mereka yang masih kecil dan lemah, yang hidup dalam
kemiskinan an kemalangan setelah kematian mereka.[2]
Sekali lagi, ayat ini bisa menjadi sebuah
rekomendasi bagi mereka yang memiliki keturunan yang cacat, agar dengan
perencanan yang tepat, mereka menjamin masa depan anak-anak (yang cacat)
tersebut.[3]
D. Pendidikan Life Skill
(Kecakapan Hidup)
1. Pengertian Pendidikan Life Skill
Menurut Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan
bahwa kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh,
dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik
secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapisituasi
tertentu.
Menurut Brolyazin (1989) mengartikan lebih sederhana
yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan
sehingga seseorang mampu hidup mandiri.
Menurut kent davis (2000:1) kecakapan hidup adalah
“manual pribadi” bagi tubuh seseorang kecakapan ini membantu peserta didik
belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara
baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya
sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa
pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis
dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup
dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya
termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan
pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan hidup dalam kehidupan .
2. Tujuan Pendidikan Life Skill
Tujuan pendidikan life skill menurut Team Broad Base
Education Depdiknas bahwa tujuan pendidikan life skill adalah untuk :
a. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapi.
b. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk untuk
mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan
berbasis luas.
c. Pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah, dengan
memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakatr, sesuai dengan
prinsip manajemen berbasis sekolah.
d. Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik
menghadapi perannya dimasa mendatang.
e. Membebankan pembelajaran yang fleksibel dan
memanfaatkan potensi SDM yang ada di masyarakat dengan prinsip Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
f. Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup debagai
pribadi yang mandiri.
3. Korelasi antaran surat An Nisa ayat 9 dengan
Pendidikan Life Skill
Mengutip ayat ini { ذُرّيَّةً ضعافا } “keturunan yang lemah” maka untuk
menghilangkan keturuan yang lemah haruslah memiliki kemampuan life skill yang
memumpuni. Maka sebagai pendidik harus dapat memberikan kemampuan tersebut
sebagaimana perintah tersebut diterangkan dalam surat An-Nisa ayat 9 “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila
seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang
mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.
mantap
BalasHapus