Senin, 01 April 2013

Tafsir Surat An-Nisa ayat 9



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Teks Al-Qur’an dan Terjemahannya
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya:“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”. (an-Nisa’: 9)

B.       Makna Kosakata
Dan hendaklah takut فَلْسَخْشَ Bila mereka meninggalkan لَوْتَرَكُوْ Anak-anaknya (yang dibelakangnya) خَلْفِهِمْ Dalam keadaan ذُرِّيَّةً Lemah ضِعْفًا Mereka khawatirkan (takutkan) اخَافُوْ Hendaklah mereka bertakwa فَلْيَتَّقُوْ Dan mengucapkan وَلْيَقُوْلُوْا Perkataan قَوْلاَ Yang benar سَدِيْدًا

C.       Tafsir Ayat
                 Abu Ja’far berkata: Pendapat yang representatif sebagai tafsir ayat tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna firman Allah tersebut adalah,”Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya meraka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (anak-anak itu) akan terlantar bila mereka membagikan harta mereka semasa hidup, atau membagikannya sebagai wasiat dari mereka kepada keluarga mereka, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, mereka menyimpan harta mereka untuk anak-anak mereka, karena mereka takut anak-anak mereka akan terlantar sepeninggal mereka, di samping (karena kondisi) anak-anak mereka itu (memang) lemah dan tidak mampu memenuhi tuntutan. Itulah sebabnya mereka harus memerintahkan orang yang mereka hadiri (maksudnya orang yang akan memberikan wasiat) saat memberikan wasiat untuk kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan yang lainnya agar berlaku adil terhadap hartanya, takut kepada Allah, serta mengatakan perkataan yang benar, yaitu memberitahukan kepada orang yang akan memberikan wasiat tentang apa-apa yang telah Allah bolehkan bagi dirinya, yaitu boleh memberikan wasiat, dan apa-apa yang telah Allah pilihkan untuknya yakni (harus memberikan wasiat tersebut kepada) orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya dan syariat-syariat-Nya.
                 Pendapat tersebut paling representatif sebagai tafsir ayat tersebut daripada beberapa pendapat lainnya, karena alasan yang telah dikemukakan tadi, yaitu bahwa makna firman Allah, مَعْرُوفًا قَوْلًا لَهُمْ وَقُولُوا مِنْهُ قُوهُمْ فَارْزُ وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ حَضَرَوَإِذَا ”Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” adalah, “Apabila kerabat, anak yatim, dan orang miskin, hadir sewaktu pembagian (harta), maka berilah mereka bagian dari harta itu.”Makna ini sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami kemukakan.
                 Apabila makna tersebut merupakan makna bagi firman Allah, حَضَرَ وَإِذَا
وَالْمَسَاكِينُ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى أُولُو الْقِسْمَةَ “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin...” maka seharusnya firman Allah Ta’ala, ...وَلْيَخْشَ  الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ  “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan sebuah pembelajaran dari Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam persoalan wasiat, yakni agar disesuaikan dengan ketentuan yang telah Allah izinkan bagi mereka dalam masalah itu, sebab firman Allah,. وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang berbicara tentang hukum wasiat. Dalam hal ini pendapat atau penafsiran yang telah kami kemukakan merupakan makna yang paling kuat untuk firman Allah tersebut. Dengan demikian, menyamakan hukum yang terkandung dalam firman Allah tersebut (maksudnya walyakhsya...) dengan hukum yang terkandung dalam ayat sebelumnya adalah lebih baik karena makna keduanya hampir sam daripada menyamakan hukum dalam firman Allah tersebut kepada hukum yang terkandung dalam firman Allah yang lain, yang tidak ada kesamaan dalam hal makna.
Pengertian yang telah dikemukakan sebagai penafsiran firman Allah, “Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar,” juga dikemukakan oleh orang-orang yang pendapatnya telah disebutkan pada awal penafsiran ayat ini.
Sebagaimana disebutkan dalam literatur-literatur Islam, memakan harta anak-anak yatim memiliki efek di dunia dan akhirat. Di dunia, ayat ini mengisyarakatkan bahwa kerusakan yang disebabkannya sampai kepada anak keturunan; dan di akhirat, akan ada api neraka ( yang disebutkan dalam ayat berikutnya).[1]
 Makna dari ayat ini mungkin merujuk kepada wasiat-wasiat atau pewarisan yang tidak wajar, bahwa mereka mewarisi atau menghabiskan semua harta yang mereka miliki tanpa memikirkan anak-anak mereka yang masih kecil dan lemah, yang hidup dalam kemiskinan an kemalangan setelah kematian mereka.[2]
Sekali lagi, ayat ini bisa menjadi sebuah rekomendasi bagi mereka yang memiliki keturunan yang cacat, agar dengan perencanan yang tepat, mereka menjamin masa depan anak-anak (yang cacat) tersebut.[3]    

D.      Pendidikan Life Skill (Kecakapan Hidup)
1.      Pengertian Pendidikan Life Skill
Menurut Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapisituasi tertentu.
Menurut Brolyazin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri.
Menurut kent davis (2000:1) kecakapan hidup adalah “manual pribadi” bagi tubuh seseorang kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.
Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan     .

2.      Tujuan Pendidikan Life Skill
Tujuan pendidikan life skill menurut Team Broad Base Education Depdiknas bahwa tujuan pendidikan life skill adalah untuk :
a.    Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
b.    Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
c.    Pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakatr, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
d.   Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang.
e.    Membebankan pembelajaran yang  fleksibel dan memanfaatkan potensi SDM yang ada di masyarakat dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
f.     Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup debagai pribadi yang mandiri.

3.      Korelasi antaran surat An Nisa ayat 9 dengan Pendidikan Life Skill
Mengutip ayat ini { ذُرّيَّةً ضعافا }  “keturunan yang lemah” maka untuk menghilangkan keturuan yang lemah haruslah memiliki kemampuan life skill yang memumpuni. Maka sebagai pendidik harus dapat memberikan kemampuan tersebut sebagaimana perintah tersebut diterangkan dalam surat An-Nisa ayat 9 “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar”.



[1] Tafsir Nuruts Tsaqalayn, jilid 1, h.370
[2] Majma’ul bayan, jilid 220
[3] Tafsirul Kabir, karya Fakhrur Razi, tafsir atas ayat ini.

Pengertian dan Fungsi Al-Qur'an dan Hadits

Pengertian Al-Qur’an

Dr Subhi Al-Salih mengemukakan satu pendapat yang kuat mengenai definisi al-Quran yaitu al-Quran bermaksud ‘bacaan’ yang berasal daripada perkataan qara’a (قَرَأَ). Inilah salah satu definisi al-Quran dari segi bahasa.
Dari segi bahasa terdapat 3 makna:
1.      Qara’a bererti mengumpulkan dan menghimpun.
2.      Qiraah bererti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam satu ucapan yang tersusun rapi.
3.      Quran pada mulanya seperti qiraah, yaitu masdar (infinitif) dari kata qara’a, qiraatan, quranan.
Dari segi istilah:
Definisi Quran sukar untuk diberi batasan-batasan dengan definisi-definisi logika sehingga ianya memiliki batasan yang benar-benar konkrit. Ulama menyebutkan definisi Alquran yang mendekati maknanya dengan membezakan dari yang lain dengan menyebutkan bahawa Al-Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang pembacaannya merupakan ibadah. Maka terdapat 3 perkara utama dalam definisi yang diberikan ini yakni:
1.      Al-Quran adalah kalam atau firman Allah.
2.      Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.
3.      Pembacaan al-Quran satu ibadah.

Fungsi Al-Qur’an
1.      Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk umur manusia, seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185) (Q.S AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)
2.      Sumber pokok ajaran Islam.
Fungsi Al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam. Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum, ibadah, ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan seni.
3.      Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Dalam Al-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu, baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya. Bagi kita, umat yang akan datang kemudian harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4.      Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimiliki oleh nabi Muhammad saw.

Pengertian Hadits
Pengertian Hadits dapat diartikan menurut dua cara yakni menurut bahasa dan menurut terminoligi. Hadits menurut bahasa terdiri dari beberapa arti, yaitu :
1. Jadid yang berarti baru
2. Qarid yang artinya dekat, dan
3. Khabar yang artinya berita
Sedangkan pengertian hadits secara terminologis adalah :
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya”.
(Ilmu Tafsir dan Hadits IAIN Sunan Ampel, CV, Aneka Bahagia Surabaya 1993. Hal : 41).
Seperti disebutkan di atas, bahwa definisi ini memuat empat elemen, yaitu perkataan, perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat lain. Secara lebih jelas dari ke empat elemen tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut :
1. Perkataan
Yang dimaksud dengan perkataan adalah segala perkataan yang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam berbagai bidang, seperti bidang syariah, akhlaq, aqidah, pendidikan dan sebagainya.
2. Perbuatan
Perbuatan adalah penjelasan-penjelasan praktis Nabi Muhammad SAW terhadap peraturan-peraturan syara’ yang belum jelas teknis pelaksanaannya. Seperti halnya jumlah rakaat, cara mengerjakan haji, cara berzakar dan lain-lain. Perbuatan nabi yang merupakan penjelas tersbut haruslah diikuti dan dipertegas dengan sebuah sabdanya.
3. Taqrir
Taqrir adalah keadaan beliau yang mendiamkan atau tidak mengadakan sanggahan dan reaksi terhadap tindakan atau perilaku para sahabatnya serta menyetujui apa yang dilakukan oleh para sahabatnya itu.
4. Sifat, Keadaan dan Himmah Rasululloh
Sifat-sifat, dan keadaan himmah Nabi Muhammad SAW adalah merupakan komponen Hadits yang meliputi :
- Sifat-sifat Nabi yang digambarkan dan dituliskan oleh para sahabatnya dan dan para ahli sejarah baik mengenai sifat jasmani ataupun moralnya
- Silsilah (nasab), nama-nama dan tahun kelahirannya yang ditetapkan oleh para sejarawan
- Himmah (keinginan) Nabi untuk melaksanakan suatu hal, seperti keinginan beliau untuk berpuasa setiap tanggal 9 Muharram.

Fungsi Hadits

Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Qur’an adalah sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya.
Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an mengatan bahwa : “Pokok-pokok ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya”. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33).
Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :
1.      Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2.      Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44)
3.      Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang atidak ditunjukan oleh Al-Qur’an. Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.