BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Membaca
Membaca berasal dari kata dasar baca, yang artinya memahami arti tulisan. Membaca yang dalam bahasa Arab iqra’
dan bahasa Inggris reading,
menjadi bagian penting dalam mencerdaskan manusia. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri
sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri yang tertulis
dan tidak tertulis.
Menurut Tate Qamaruddin, kata iqra’ merupakan kata
perintah (fi’il ‘amr) yang tidak menyebut objeknya. Jadi, membaca merupakan
perintah yang memerintahkan untuk membaca apa pun, baik ayat-ayat yang tersurat
maupun yang tersirat, baik itu ayat-ayat yang bersifat qauliyyah (wahyu) maupun ayat-ayat kauniyyah (semestawi).
Pengertian membaca secara lebih umum menurut Hodgson
dalam bukunya Learning Modern Languages
mengatakan, membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan
pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media kata-kata
atau bahasa tulis. Menurut Finochiaro dan Bonomo: reading is bringing meaning to and getting meaning from printed or
written material. Artinya, membaca adalah mengambil serta memahami arti
atau makna yang terkandung dalam bahasa tertulis.
Dipandang dari sisi linguistik, membaca merupakan proses
penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), yang
menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language
meaning) yang mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang
bermakna. Pernyataan ini dinyatakan Oom Anderson dalam bukunya Language Skills In Elementary Education.
Jadi, intinya membaca itu menangkap kandungan-kandungan
yang berbentuk simbol-simbol tertentu, baik yang tersurat maupun tersirat.
Kesimpulannya, membaca adalah memahami arti dan makna yang terkandung dalam
bentuk tulisan maupun keadaan.
Minat
Baca di Indonesia
Bersumber dari
laporan Bank dunia no. 16369-IND dan studi IEA (International Association for
the Evaluation
of Education Achievement) di Asia Timur menunjukkan, tingkat
terendah membaca anak-anak di
pegang oleh negara Indonesia dengan skor 51,7! Indonesia di
bawah Filipina (skor 52.6);
Thailand (skor 65,1); Singapura (skor 74,0); dan Hongkong (skor
75,5). Kemampuan anak-anak
Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanya 30
persen. Budaya baca di negara
kita memang tergolong rendah. Itulah sebabnya Indonesia
menjadi Negara tertinggal. Sebab lain
kurang maraknya dunia baca di Indonesia adalah adanya
anggapan miring tentang membaca,
misalnya saja:
- Budaya baca hanya milik orang berpendidikan tinggi;
- Membaca bikin sumpek;
- Membaca tidak menghasilkan apa-apa;
- Membaca hanya buang-buang waktu dan tenaga;
- Membaca bikin ngantuk dan stres;
- Membaca sama halnya berhadapan dengan monster.
Manfaat Membaca
Membaca bermanfaat bagi perkembangan otak. Menurut Oom
Bobbi De Porter, dia mengatakan: “Sebelum anda melakukan hampir segalanya dalam
hidup anda, baik secara sadar maupun tidak, anda akan bertanya pada diri anda
tentang pertanyaan penting ini: Apa manfaatnya Bagiku?” berikut ini akan
mengulas manfaat dari membaca, yaitu:
- Memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan
- Meningkatkan kemampuan berimajinasi
- Dapat menemukan hal baru yang berbeda dari biasanya
- Mampu mengubah sudut pandang
- Menghilangkan stress dan beban pikiran
- Mengembangkan kreativitas
- Membaca merupakan gerbang perubahan
- Menguatkan kepribadian
- Mempertajam daya analisis
- Mengembangkan pola pikir
Keterampilan Berbahasa
Ketermpilan berbahasa mempunyai empat
komponen, yaitu
- Keterampilan menyimak (listening skills)
- Keterampilan berbicara (speaking skills)
- Keteramppilan membaca (reading skills)
- Keterampilan menulis (writing skills)
Setiap
keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Dalam
memperoleh keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur :
mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak
bahasa kemudian berbicara sesudah
itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara kita
pelajari sebelum memasuki sekolah.
Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu kesatuan, merupakan
catur tunggal.
Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa,
semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat
diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak pelatihan. Melatih
keterampilan berbahasa beararti pula melatih keterampilan berpikir.[1]
Dari
pembicaraan di atas , kita dapat menyimpulkan bahwa menulis merupakan suatu
keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak
langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu
kegiatan yang produktif dan ekspresif. dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa
keterampilan menulis sangat dibutuhhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila kita katakan bahwa keterampilan menulis
merupakan suatu ciri dari oramg yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Sehubungan
dengan hal ini, ada seorang penulis yang mengatakan bahwa “menulis
dipergunakan, melaporkan/memberitahukan, dan memengaruhi; dan maksud serta
tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat
menyusun pikirannya dan mengutarakkannya dengan jelas, kejelasan ini bergantung
pada pikiran , organisasi pemakaian kata-kata, dan sturktur kalimat.”[2]
Hubungan antara Menulis dan Membaca
Antara
menulis dengan membaca terdapat hubungan
yang sangat erat. Hubungan antara menulis dan membaca pada dasarnya
adalah hubungan penulis dan pembaca. Tugas penulis adalah
mengatur/menggerakan suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan tertentu
dalam bayangan/kesan pembaca. Perubahan yang dimaksudkan itu mungkin saja salah
satu dari keempat jenis berikut:
- Suatu perubahan yang mengakibatkan adanya rekonstruksi terhadap bayangan/kesan itu atau (paling sedikit) beberapa bagian daripadanya;
- Suatu perubahan yang memperluas dan mengembangkan bayangan/kesan itu, yang memberi tambahan terhadapnya; atau
- Suatu perubahan yang mengubah kejelasan atau kepastian/ketentuan yang telah mempertahankan beberapa bagian dari bayangan tersebut.
- Tidak ada perubahan sama sekali.
Dari
keterangan diatas, jelaslah bahwa sebagai seorang penulis kita harus mengetahui
maksud dan tujuan yang hendak dicapai sebelum menulis. Kalau kita dapat
merumuskan maksud dan tujuan dipandang dari segi responsi pembaca, tulisan kita
pasti lebih sesuai dan serasi dengan pembaca yang diharapkan itu. Perlu
dipahami benar-benar bahwa sekalipun misalnya kita telah menentukan, maksud dan
tujuan yang baik sebelum dan sewaktu menulis, namun kita acapkali menghadapi
kesulitan dalam hal mengikuti tujuan utama yang telah ditetapkan dalam hati
kita. Suatu cara yang baik untuk menghindarkan hal itu ialah dengan jalan
merumuskan sebuah kalimat tujuan atau purposes sentence. Ini merupakan sebuah
kalimat yang secara eksplisit menyatakan tujuan kita yang ada kaitannya dengan
pokok pembicaraan dan pembaca.
Agar
maksud dan tujuan penulis tercapai, yaitu agar pembaca memberikan response yang
diinginkan oleh penulis terhadap tulisannya, mau tidak mau dia harus menyajikan
tulisan yang baik. Ciri-ciri tulisan yang baik itu, antara lain:
- Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis mempergunakan nada yang serasi
- Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis menyusun bahan-bahan yang tersedia menjadi suatu keseluruhan yang utuh
- Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar : memanfaatkan stuktur kalimat, bahasa, dan contoh-contoh sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis. Dengan demikian, para pembaca tidak usah payah-payah bergumul memahami makna yang tersurat dan tersirat.
- Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis secara meyakinkan: menarik minat para pembaca terhadap pokok pembicaraan serta mendemonstrasikan suatu pengertian yang masuk akal dan cermat teliti mengenai hal itu. Dalam hal ini haruslah dihindari penggunaan kata-kata dan pengulangan frase-frase yang tidak perlu. Setiap kata haruslah menunjang pengertian yang serasi, sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis
- Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk mengkritik naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya. Mau dan mampu merevisi naskah pertama merupakan kunci bagi penulisan yang tepat guna atau penulisan efektif
- Tulisan yang baik mencerminkan kebanggaan penulis dalam naskah atau manuskrip: kesudian mempergunakan ejaan dan tanda baca secara saksama, memeriksa makna kata dan hubungan ketatabahasaan dalam kalimat-kalimat sebelum menyajikannya kepada para pembaca. Penulis yang baik menyadari benar-benar bahwa hal-hal seperti itu dapat member akibat yang kurang baik terhadap karyanya.[3]
Secara
singkat, ada pula ahli yang merumuskan ciri-ciri tulisan yang baik itu seperti
berikut ini:
- Jujur: jangan coba memalsukan gagasan atau ide anda.
- Jelas: jangan membingungkan para pembaca.
- Singkat: jangan memboroskan waktu para pembaca.
- Usahkan keanekaragaman: panjang kalimat yang beraneka ragam; berkarya dengan penuh kegembiraan.[4]
Mengenai
tulisan yang baik, Alton C. Morris beserta rekan-rekannya mengemukakan pendapat
sebagai berikut:
“Tulisan
yang baik merupakan komunikasi pikiran dan perasaan yang efektif. Semua
komunikasi tulis adalah efektif atau tepat guna.
- Kalau penulis tahu apa yang harus dikatakan, yaitu kalau dia mengetahui bena-benar pokok pembicaraannya
- Kalau penulis tahu bagaimana caranya member struktur terhadap gagasan-gagasannya, dan
- Kalau penulis mengetahui bagaimana caranya mengekspresikan dirinya dengan baik, yaitu kalau dia menguasai suatu gaya yang serasi
Tulisan
yang baik akan menggairahkan para pembaca. Pembaca yang baik selalu merindukan
tulisan yang bermutu. Jelas bagi kita betapa eratnya hubungan antara penulis
dan pembaca. Keeratan hubungan itu, antara lain, sebagai berikut:
- Pada satu pihak, penggunaan secara bersama-sama sebagian dari ilmu pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, dan sebagainya itu merupakan persyaratan bagi pengkomunikasikan hal-hal (yang sebelumnya) belum diketahui oleh kedua pihak. Pada pihak lain, justru adanya perbedaan antara penulis dan pembacalah yang menimbulkan diskusi yang bermanfaat.
- Dalam persiapan bagi usahanya untuk membangkitkan hal-hal yang sebelumnya belum dibagikan, penulis haruslah berusaha memahami taraf pemahaman pembaca dan ilmu pengetahuan serta perspektif-perspektif yang seyogianya ingin diperoleh oleh pembaca. Kalau penulis gagal memahami hal ini, besar kemungkinan dia tidak mencapai sasaran
- Tujuan terakhir dari penulis adalah membangun suatu sistem hubungan-hubungan kemanusiaan yang diperluas, suatu sistem tempat dia dan pembaca dalam beberapa hal bersatu, membagi-bagi ilmu pengetahuan, nilai-nilai, dan perspektif-perspektif dalam suatu masyarakat; masyarakat ini pada gilirannya merupakan pula suatu kesatuan yang dapat dipisahkan serta ditelaah. Upaya retoris berbicara dan menyimak merupakan jembatan penghubung antara sesama anggota masyarakat, begitu juga antara penulis dan pembaca.
Dari uraian di atas, jelas bagi kita bahwa keterampilan
menulis itu tidak datang dengan sendirinya. Hal itu menuntut latihan yang cukup
dan teratur serta pendidikan yang berprogram. Biasanya, program-program dalam
bahasa tulis direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:
a)
Membantu para siswa
memahami bagaimana caranya ekspresi tulis dapat melayani mereka, dengan jalan
menciptakan situasi-situasi di dalam kelas yang jelas memerlukan karya tulis
dan kegiatan penulis
b)
Mendorong para
siswa mengekspresikan diri mereka secara bebas dalam tulisan
c)
Mengajar para siswa
menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis
d)
Mengembangkan
pertumbuhan bertahap dalam menulis dengan cara membantu para siswa menulis
sejumlah maksud dengan sejumlah cara dengan penuh keyakinan pada diri sendiri
secara bebas.[5]
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan,
Henry Guntur.1990.Menulis sebagai suatu
Keterampilan Berbahasa.Angkasa.Bandung
Lestari,
Prembayun Miji.Bikin Kamu Tergila-gila
Membaca.Pro-U Media.Yogyakarta